Cerita Berjalan



Akan selalu ada update di tulisan ini



MENCOBA NEKAT

   Memulai sesuatu yang dulu sempat mustahil untuk dipikirkan. Bukan mustahil sebenarnya, hanya saja untuk memikirkannya sudah kepalang malas duluan. Menjalin hubungan dengan lawan jenis bukan dalam konteks pertemanan, tapi untuk niat "ibadah". Sampai pada saat ini saya mempunyai pikiran tersendiri untuk hal ini, "menikahlah ketika sudah siap sepenuhnya, bukan karena sudah waktunya" Tapi, saya hidup di kota yang kadang terlalu kejam untuk seorang wanita matang yang masih memilih untuk lajang. Entahlah, kali ini ku tidak memahami pikiranku sendiri , nekat saja kucoba siklus manusia untuk melestarikan keturunannya.

OUT OF ROUTINE
   Sore itu, terpikir untuk membuat revolusi tahun 2019 ganti status, hahaha...sebenarnya untuk lucu-lucuan saja, karena memang jujur sampai saat ini tidak terpikir apapun. Mungkin terinspirasi dengan teman kerjaku yang sedang dalam mode taaruf dengan teman sepermainannya dulu,  iseng ku mencoba menawarkan  CV  dengan seorang lelaki yang pernah melamar di hari ulang tahun saya setahun yang lalu. Mungkin bisa dibayangkan, tidak ada yang romantis dengan lamaran itu, hanya merasa berbunga-bunga sebentar kemudian langsung tersadar, ditampar oleh kenyataan yang ada dan pikiran yang hilang entah kemana. Tidak mengiyakan dan juga tidak menolak, hanya saja tidak ada ketergantungan hati ini pada lelaki itu. Tidak ada yang hilang dari pertemuan itu dan tak ada yang tumbuh dari perpisahan itu. Kita kembali pada hidup masing-masing, seperti biasa, tak terganggu dan mengganggu, hanya saja ada yang menunggu.
   CV pun berbalas, dengan pedenya kubuat CV seperti membuat cerpen, menceritakan diriku dan lingkunganku. Balasan CVnya hanya 2 lembar, persis seperti CV lamaran kerja, hanya biodata dengan beberapa cerita keluarga (disitu ku merasa sia-sia dengan CV yang sudah kutulis hahaha) Selanjutnya tinggal atur jadwal buat ketemu, pikirku.

170119
SEPERTI BIASA 
   "Kamis sore di tempat biasa dan jam seperti biasa"chat singkatku. Semua seperti biasa, tidak ada yang istimewa untuk memulai, Hujan yang membuatnya istimewa, tepat di jam yang sudah dijanjikan hujan turun deras, mager melanda. Sembari chat berkabar, berharap pertemuan ditunda menunggu reda hujan. Gayung tak bersambut, chat masuk kemudian "aku sudah di lokasi dan basah kuyup". Hilang sudah harapanku untuk tetap hangat dan kering. Ingin ku mengulur waktu menunggu reda, biarkan dia menunggu sebentar lagi, mungkin dia akan memaklumi. Pada akhirnya hujan kutembus, basah ku tak peduli.
   Punggungnya yang menungguku terlihat dari parkiran motorku. Rasa bersalah memunggungiku, berusaha meyakinkanku bahwa ini tindakan yang benar. Berjabat tangan seperti biasa, dan senyum seperti biasa, masih tidak terasa istimewa. "Baiklah sudah kepalang jatuh", pikirku. 
"Pesan seperti biasanya kan, ga ada yang berubah...?" ujarnya
"Ok mas, seperti biasa." sedikit ragu-ragu dengan pahamkah dia dengan "seperti biasaku". Karena "seperti biasa" itu bukan misteri bagi mereka yang seorang pengamat, rutinitas yang itu-itu saja, cappucino dan cheese stik.
   Seperti biasa, obrolan selalu dimulai dari basa-basi belaka. Dan seperti biasa bukan maksudku untuk tak sabaran memulai pembicaraan yang cukup serius, hanya saja selalu harus ada yang memulai. Pada akhirnya, terucaplah apa yang kupikirkan selama perjalanan, cara berkomunikasilah yang kubahas, yang cukup fatal dengan gayaku. Tidak seperti orang kebanyakan, chat balasanku selalu singkat dan tak ada basa-basi. Saling ngobrol lama lewat telpon juga bukan gayaku, entahlah menurutku lebih asyik untuk bertemu langsung menikmati kopi dan memandang ekspresi lawan bicara kita, daripada membuat panas telinga. Dan itu berbanding terbalik dengan gayanya, yang rajin chat basa-basi yang sering kuabaikan. Tapi sepertinya hanya itu caranya yang bisa dilakukan ketika menjalin hubungan jarak jauh. Kukatakan saja inginku "jangan sampai ada yang merasa berkorban terlalu banyak" kita selaraskan saja cara ini, biar seutuhnya mengerti seperti apa gambaran jiwa ini. Diri ini pun mencoba mengalah, untuk membuka jalan agar tidak setengah-setengah. "Baiklah, akan kuladeni semua chat basa-basimu" ucapku dengan setengah hati, tapi untuk telpon jangan memaksaku untuk selalu menerimanya. Mungkin terdengar egois, tapi memang hanya itu yang bisa kujanjikan. Dan responnya selalu "tidak apa-apa, aku sudah paham karaktermu". Aku tidak suka mendengar jawabannya, bullshit pikirku, tidak ada yang mengerti diriku sepenuhnya, bahkan keluargaku sendiri, dan bisa kupastikan itu.

SARAPAN
   "Assalamualaikum, jangan lupa sarapan" chatnya setiap pagi menjelang siang. Dan biasanya balasanku hanya sekedar "okeh mas" tanpa ekspresi tersirat, sembari berpikir sampai kapan "morning chat" ini akan berlanjut. Jelas sekali ini basa-basi yang bukan gayaku, tidak masuk akal menurutku kalau orang lupa jamnya sarapan, yang ada hanya malas untuk sarapan. Masalahnya, akhir-akhir ini perutku sering bergejolak, selesai sarapan perutku langsung mules, mungkin ini hanya pembenaran kemalasanku saja, atau mungkin pencernaanku yang sedang bermasalah. Yah, mungkin gaya hidup sehat tidak cocok untuk pribadiku ini. Pada akhirnya, chat setiap pagi itu hanya berhenti sampai disitu, berhenti pada perihal sarapan, entah sampai kapanakan berlanjut.

200119
KOPI ITU MANIS DAN MANIS ITU KOPI
   Pertemuan ini kutawarkan sebelum kepulangannya untuk bekerja lagi di ibukota, kubilang karena sedang senggang saja. Kali ini tidak di tempat biasa, tempat pilihannya, mungkin ingin ganti suasana, kuputuskan sendiri begitu. Kuiyakan saja, karena ini tempat baru yang belum pernah kukunjungi, tempat yang cukup instagramable, lumayan untuk koleksi local guideku. Kupikir kali ini akan bekerja keras menembus hujan lagi, ternyata hujan sedang bersikap semaunya, mungkin semesta memberi kode dengan caranya.
   Tidak ada adegan antar jemput di antara kita, yang ada selalu bertemu di lokasi atau di persimpangan jalan. Aneh rasaku membayangkan dijemput dan diantar pulang oleh lelaki yang sedang berharap padaku, seperti memberi harapan tanpa batasan. Begini saja biar merasa aman tanpa beban.
   Ternyata tempat ini cukup manis, dengan banyak tanaman yang ada disana sini. Setelah mencari spot yang bagus, duduk dan mulai serius membaca menu. "Ga ada kopi mas, lhaaa....kok?" pikirku aneh ketika cafe seperti ini tidak menyediakan menu kopi. Masih perlu menyakinkan diri lagi dan membaca sepenuh hati buku menu yang ada di depan mata. Dan memang tidak ada kopi di buku manis itu. "Lho, padahal kemaren aku baca ada kopinya kok" alibinya yang terucap datar. "Ga ada mas, trus aku pesan apa ini..." " Mocca itu kan kopi seh.." ujarnya sabar. "Mocca itu bukan kopi, di menu ini masuk ke listnya minuman coklat, jadi itu pasti manis" mungkin terdengar sedikit rewel, tapi seperti itulah diriku yang bukan pecinta makanan manis. Hufftt, ternyata tak sesuai ekspetasiku, sama seperti tempatnya, menunya pun penuh dengan hal-hal yang manis, pikirku.
   Mocca dan pasta jadi pilihanku, menghilangkan rasa manis dengan asinnya keju. "Mau pesan apalagi" tanyanya. "Sudah cukup untukku ini saja" jawabku singkat karena konsentrasi dengan hape. Sambil ngobrol ringan pesanan datang secara bergantian. Tanpa sepengetahuanku, lelaki ini memesan 3 menu dessert yang sangat manis sekali, dengan toping ice cream. Kenapa memesan sebanyak ini tanyaku, dan  alasannya yang simple "karena kamu belum makan, dan masih malas makan" membuatku merasa dipaksa. FUCK I'm done, masih kaget dengan makanan yang di meja. Makanan manis membuatku mual, aku hanya makan makanan manis ketika sedang mood saja. Semua orang terdekatku paham dengan seleraku, tapi lelaki ini, lelaki yang mengaku sangat memahamiku tidak tahu dengan pantangan itu. "Sudah kuduga, pengakuan itu bullshit" pikirku.

   Kubayangkan saja minumanku kopi dan kopi itu manis, dan perutku pasti akan baik-baik saja. Kuhabiskan dengan terpaksa 1 piring dessert dengan toping ice cream coklat dan strawberry cantik di atasnya. Menahan mual kukatakan dengan terus terang tanpa basa-basi bahwa diri ini bukan pecinta makanan manis. Tissue yang disodorkan sebagai respon dari ucapanku, kode dari mulut yang belepotan karena ice cream. Sampai akhirnya "aku tidak suka makanan asin, dan kemarin aku menghabiskan menu yang biasanya kamu pesan di tempat biasa." ujarnya. Kita berbeda soal rasa, dan kita terlalu memaksa, pikirku mengambang.
   Ketika mulut berhenti mengunyah tidak mungkin hanya bertatap muka saling memandang, sedangkan camilan sudah mulai habis dimakan. Ah, membayangkan saja sudah bertambah mual, topik pembicaraan harus dipikirkan. Kutanyakan saja berapa kali sudah pacaran, dengan santai dia menjawab 3x yang serius pacaran. Sudah, selesai, tidak berkembang lagi pembicaraan ini, mungkin dia tidak terpikir melemparkan pertanyaan yang sama kepadaku. Meskipun jawabannya tidak akan mempengaruhi perasaanku, karena belum ada perasaan di hatiku, Hanya saja kenapa dia tidak bertanya hal yang sama kepadaku, masa iya dia mempunyai pikiran yang sama denganku, tapi ku malas untuk menanyakannya.   
   "Mau pergi ke toko buku denganku, aku sudah kehabisan buku bacaan?" tawarku, setelah memastikan tidak ada bahan obrolan lagi. "Boleh, ayo aja" jawabnya. Akhirnya kuhabiskan gigitan terakhir pastaku, sedikit menghilangkan rasa manis yang tersisa. Dan kita bermotor beriringan bergerak ke toko buku. Kemudian, tepat di pintu masuk "ini yang kedua kalinya aku masuk ke toko ini" ujarnya. Bisa kumaklumi karena dia bukan tipe orang yang suka membaca buku, hanya berharap semoga dia bisa menikmati. Kubersikap seperti biasa, anggap saja ke toko buku bersama teman yang sehobby. Memisahkan diri bergegas menuju ke genre biasanya, sedikit bertanya-tanya, bisa menikmatikah dia di tempat ini. Sambil kusibuk mencari buku, sesekali kutengok sikapnya yang pura-pura melihat-lihat buku, terlihat dipaksakan. Sudahlah, kuselesaikan saja secepatnya huntingku ini, tidak nyaman untukku dan mungkin untuknya, pikirku.
   Kuselesaikan transaksiku secepatnya dengan buku pilihanku dan kuakhiri pertemuan ini dengan jabat tangan basa basi bilang hati-hati. Bermotor di jalan yang setengah basah karena hujan, mendengarkan lagu Cinta itu-Silampukau, menambah melankolis pikiran ini "Kita sangat berbeda, dan saling memaksa, semoga tidak ada yang terluka."
   Sesampai di rumah, ku bersantai ngobrol dengan adekku. Adekku menanyakan soal statusku di WA, bagaimana nasib makanan yang sudah kuposting di statusku. "yah kumakan lah, dengan terpaksa, dan sampai sekarang perutku teras mual." kujawab begitu. "Bertemu dengan orang barukah, kok dia ga mengerti kalo dirimu ga suka makan makanan manis?" spontan adekku mengomentari. Tanpa sadar kuiyakan saja ucapannya, berbohong bahwa dia teman baru yang belum mengerti diriku. Sejam kemudian, chat masuk mengabarkan bahwa dirinya sudah sampai di rumah. Kubalas singkat "ok" tanpa ada lanjutan. Sudah cukup tidak usah memaksakan diri lagi untuk basa-basinya, kumatikan saja hapeku seperti biasa, tanpa menunggu chat balasannya lagi.
   Sekedar informasi, status di WA ku hidden dari lelaki ini, hanya berharap tanpa ada pancingan dari status masih ada bahan obrolan untuk kita.

210119
MENGABAIKAN
   Seniorku menghubungiku lewat chat, seperti biasa membicarakan hal yang itu-itu saja. Selalu mengatakan mencintaiku sejak lama dan ingin memintaku kepada orangtuaku. Chat seperti itu biasanya selalu kuabaikan, berharap merasa diabaikan dan akhirnya menyerah, tetapi entah mengapa kali ini ku merespponnya dengan serius. "Aku sedang berproses dengan orang lain, tidak usah berharap lagi" kubalas chatnya, bepikir itu bisa menghentikan semua omong kosongnya. Kusadari ku salah mengambil strategi, sikapku itu malah hanya membuatnya semakin menggila. Ya sudahlah diabaikan saja seperti biasa, biarkan dia lelah dengan usahanya. Toh, mengabaikan bukan hal yang susah untukku.

220119
SEDIKIT PERHATIAN
   Ketika sedang libur, kebiasaanku mematikan hape dan baru menyalakan di siang hari ketika sudah puas memanjakan diri di kasur. Toh nikmatnya libur itu bermalas-malasan di rumah tanpa terpikir kerjaan. Jam 1an hape baru kunyalakan, setengah tersadar dari tidur ku membaca beberapa chat yang baru masuk. Morning chat dengan topik yang sama soal sarapan, dan masih kubalas dengan jawaban singkat yang sama. Chat di grup selalu kubaca paling akhir, karena kadang tidak ada pesan yang penting yang perlu dibalas. Tapi untuk kali ini berbeda, ada screenshot informasi gempa di Sulawesi yang dishare di grup. Panik langsung kuchat teman diklatku yang ada di Palu, singkat kukirim chatku "gempa?"
   Beberapa menit kemudian ada balasan, balasannya cukup menenangkan dengan pasti karena memang hari itu tidak ada gempa, dan malah menanyakan balik kenapa dengan chatkku. Ku kirim langsung dengan pedenya screenshot info gempa itu. Baru ku sadar info itu memang benar, hanya saja tanggalnya yang sudah kelewat, ku baru menyadarinya. Secepatnya ku klarifikasi kalau aku ga konsentrasi salah liat tanggal, alasan saja baru bangun tidur biar temanku maklum. Tak lama kemudian chat masuk sedikit lebih panjang tidak seperti biasanya "Terima kasih sudah memperhatikanku, hanya dirimu yang perhatian padaku sementara ini." balasannya membuatku merinding, tidak seperti biasanya dia bersikap seperti ini.

230119
PERTANYAAN ITU
   Shiftku kali ini masuk siang, masih ada sedikit waktu santai di rumah. Rutinitasku berhenti di dapur, bergosip ria sama ibu sambil bantu masak, Biasanya waktu ngobrolku dengan ibu ya hanya di saat-saat seperti ini, di saat memasak. Kali ini menu masakan hanya satu, ibu tidak terlalu memerlukan bantuanku, jadi kuputuskan untuk masak mie kuah untuk diriku sendiri. Ketika focus memasak mie, tiba-tiba ibu bertanya padaku “gimana kabarnya lelaki yang mau memintamu itu,  apa sudah menikah?” Setengah kaget kujawab “baik, belum menikah dan kita masih komunikasi” kujawab dengan mata masih melihat panci. Sudah bisa kutebak kemana arah pembicaraan ini. Sedikit cerita masa lalu…hehehe, dulu ku memang menceritakan pada ibu dan kakakku bahwa lelaki ini pernah melamarku. Waktu itu ku beralasan belum siap karena situasi di rumah masih tidak memungkinkan. Kemudian ibu mulai lagi dengan interogasinya “trus, kenapa kok ga kesini, menemui bapak sama ibumu ini? Laki kok gentle” putusnya sendiri. Sedikit membelanya kubilang “karena dia menungguku bu, menungguku siap lahir batin, dan ku masih belum siap” jawabku. Dengan sedikit menahan emosinya ibu bilang “trus kowe iki ngenteni opo maneh? Ga usah mikir ibumu maneh, ibumu iki wes seneng, duh mugo-mugo ndang dibuka pintu atimu iku.” Cukup diam saja dan pasrah, percuma menjelaskan pada ibu, ini sudah pernah kuceritakan, dan tanggapannya selalu membuatku tertekan. Sudahlah, abaikan saja dulu, kuangkat saja mieku dan langsung turun menghindari pertanyaan ibuku. Hari ini moodku tidak stabil lagi.


RASA BERSALAH
   Mutar-mutar santai saja dulu, mungkin bisa santai barang sebentar pikiran ini. Sebodo amat dengan terlambat masuk kerja, telat sudah hal biasa untukku dan tidak akan ada yang mencariku. Sampai di tempat kerja, tanpa salam menyapa rekan kerja, ku langsung menuju lokerku, menata loker seperti menata pikiranku, rutinitas harianku. Dan masih tersenyum sinis dengan surat manis dari teman nongkrongku, bukan sinis yang jahat, hanya sinis bingung tak tahu harus berekspresi seperti apa. Surat manis ini berisi surprise tiket konser nonton Barasuara dan Fiersa Besari tgl 24 Maret, yang sampai sekarang ku masih tak tahu harus nonton dengan siapa. Tapi ini sudah membuatku bahagia, setidaknya dengan sikapku yang seperti ini, diriku masih dikelilingi oleh manusia- manusia yang super manis, terima kasihku untuk kalian semua.


   Kubergegas ke tempat kerjaku, mencari teman kerjaku seperti biasa. Mungkin bisa kumulai melampiaskan emosiku pagi ini, karena teman kerjaku ini kadang seperti tempat sampah bagiku, hahaha…maafkan diriku. Kuceritakan pertemuanku dengan lelaki itu, kuceritakan bagaimana perasaanku karena ibuku, ku hanya ingin cerita saja, hanya ingin didengar tanpa dibantah. Tapi tak sesuai ekspetasiku, teman kerjaku ini mulai mengomentari, mulai bisa meraba-raba apa yang terjadi dalam ceritaku itu. Menurutnya rasa bersalahku yang memulai cerita ini, rasa bersalah yang membuat memaksa untuk memaklumi yang berbeda dan itu bisa menyiksaku. Ah sudahlah, kali ini ku benar-benar ingin didinginkan dengan ice cream.

240119

MUSIM 
   Masih dimulai dengan seperti ini, sapaan pagi dari dua orang yang sama, masih tidak ada bahan obrolan lain. Mereka masih sama, dan diriku juga masih sama, tidak ada yang berubah.
Musimku masih sama
Dinginnya mengabaikan
Panasnya menyakitkan
Selalu menghilang, tanpa rasa 

260119
IKATAN YANG TERIKAT ???
   Baru saja ku melihat status WA teman diklatku. Tidak seperti biasanya dia mengupload foto yang menurutku sangat lebay, foto jari manis berbalut hansaplast terlihat bekas teriris. Langsung saja kuchat temnaku ini, menanyakan ada apa, kenapa kok sampai update status seperti itu, "mencari perhatian" kataku. Balasannya hanya tertawa datar, tapi berlanjut "menandai momen biar jadi monument" katanya.
   Temanku ini akhirnya mulai membalas pesanku, pesanku dibalas dengan caht yang panjang untuk ukuran orang cuek seperti dia, mungkin masih beragumentasi dengan pemikirannya 'perlukah menjawab pertanyaanku yang sedikit memaksa ini'. Dari panjangnya chat itu dia menceritakan kalau dia seperti mempunyai ikatan batin dengan wanita yang menjadi calonnya itu. Contohnya seperti foto yang menurutku lebay itu katanya, jadi merasa bersalah ketika itu kuanggap cuma untuk cari perhatian. Foto itu sebagai pembenaran kalau wanitanya akan terluka ketika dia juga terluka. Sugesti kosong. Ikatan batin tidak ada untuk orang lain, ikatan batin hanya untuk anggota keluarga yang terikat darah, itu pikirku. 

280119

UNTUKKU
   Senin pagi yang seperti biasanya, tidak ada yang berbeda.
Bukan, ada satu yang berbeda, sedikit berbeda hanya saja tak berasa. Tidak ada morning chat seperti biasanya. Mungkin saja dia tak sarapan, atau mungkin kepalang malas dengan balasanku yang hanya emoticon saja.
   Siang menjelang ada chat masuk hanya foto saja. Kulirik sekilas, dan tertegun melihat sekilas itu foto sepatu. Sepatu  putih yang sudah lama kucari. Gerak cepat langsung kubalas pesan itu, feeling sudah terasa, GeeR sudah pasti. Sepatu itu pasti untukku, dan memang itu untukku, saat ini senyumku pasti sudah manis sekali.

SULIT

  Teman SMAku datang menemuiku, hanya waktu sesempatnya saja, tapi bisa kumanfaatkan waktunya. Kuceritakan bahwa diriku sedang 'berproses' untuk ganti status. Berharap mendapat masukan yang berarti, karena sudah dipastikan dirinya berpengalaman dariku (dia sudah menikah dan punya 2 anak yang lucu) "Sulit kalo caramu masih seperti itu, jelas-jelas bertepuk sebelah tangan, hanya sebatas sebelah pihak" begitu menurutnya. Bukan gayamu, bukan juga merubah dirimu, tidak perlu dipaksa, tapi harus dimulai. Usahamu hanya sebatas ucapan tanpa tindakan, dirimu hanya membuang-buang waktu saja.
   Traumamu bukan alasan, dirimu tak ingin berbagi emosi, egois, dan diam-diam menyiksa duniamu sendiri.

SECANGKIR COKLAT PANAS

   Mungkin sudah 1 bulan ini ku tak bertemu dengannya, hanya sedikit chat ringan dengan sekedar sambat. Ku berencana ngopi dengan dirinya, melewati drama huru-hara ku tiba di kosnya jam 7 lewat banyak (janjian jam 7). Kali ini moodnya sedang sama-sama malas mencoba tempat baru (seringnya waktu terbuang percuma cuman untuk bahas lokasi ngopi) dan ujung-ujungnya ngopi di tempat itu. Teman nongkrongku ini tipe orang yang setia dengan pilihannya dan mungkin juga pasangannya (masih perlu bukti), cappucino ice tanpa camilan dengan sedikit sebats. Beda dengan diriku yang masih tergantung mood. 

   Cappucino ice, coklat panas, cheese cake, dan amunisi sudah di meja, siap sedia kuping dengan segala kefokusannya. Sesi pertama biasanya dimulai dari ceritanya (tapi selalu darinya...hahaha) tentang pekerjaan barunya, teman barunya, dan kisah cintanya yang progressnya yah begitulah. Antrianku akhirnya datang, giliranku yang berkeluh kesah, menceritakan soal prosesku dan sambat karena mimpi-mimpiku. Ku tak berharap petuahnya soal prosesku karena pada dasarnya kita sama saja tak ada beda, ku hanya ingin didengar saja. Tapi untuk mimpi-mimpiku mungkin berbeda, berharap dia bisa memahami perasaan patah hatiku ini. Dan akhirnya secangkir coklat panas itu tahu, menyedihkan bisa sesakit ini.


310119
DATANG
   Sepatunya sudah datang, sepatu putih yang suidah dijanjikan. Ku langsung membuka paketan dan mencoba ukurannya. Ukurannya sedikit kebesaran, mungkin sesuai dengan hatiku yang sebesar dunia (hahaha). Tapi not badlah, setidaknya rencana untuk mengurangi jatah jajan gagal dan berakhir dengan indah. Hanya saja itu membuatku takut bercerita keinginan, berakhir indah ketika malaikat yang mendengarnya, jikalau setan ikut nimbrung mendengarnya, waaaahhh maka bersiap saja. Penasaran, kali ini inginku didengar yang mana.

010219

DEG-DEGAN
   Taraaaaaaaaa, morning chat datang lagi, masih dengan rasa yang sama, apa kabar hati??? Deg-degan dikit aja ga bakalan mati kok.

030219

TULISAN
   Jam 5 pagi hp kunyalakan (biasanya baru aktif jam 7) ada notif di instagram dengan mention namaku. Mata merem melek, pikiranku masih tertinggal di mimpi dan ku memaksa membaca caption di instagram itu.

   


   Moodboster dari seorang teman, lebih tepatnya kenalan di rental komputer miliknya. Pertemuan pertama di rental komputer sebelah kampus, diriku sebagai salah satu pejuang skripsi pada jamannya menjadi pelanggan di tempat miliknya (seingatku begitu), dan kadang saling menyapa di dunia maya lewat tulisan. Pernah suatu hari temanku ini mengirimkan tulisannya via WA dan meminta pendapatku. Yang jelas diriku bingung, harus kukomentari seperti apa tulisannya, karena ku hanyalah seorang penikmat saja. Tapi dalam hati ku iri dengannya, dirinya luwes membagi tulisannya denganku. Sedangkan diriku, hanya menunggu ketidaksengajaan penikmatku.
   Dear pemilik rental langgananku, jika ketidaksengajaanmu singgah di tulisanku, tak usah sungkan mengirimkan kesanmu padaku. You have my number right?


040219
RUTE
Rutinitas yang sama
Melihat hal yang sama
Mendengar suara yang sama
Menyentuh fisik yang sama
Kenapa perasaan bisa berubah?

   Begitu yang kupikirkan sepanjang jalan berangkat kerja. Rute jalan yang biasanya kutempuh terasa singkat, kuputuskan hari ini ku merubah ruteku. Mengurangi jam kerja, memperlambat kinerja, merubah suasana, melihat hal yang berbeda “mumpung cuacanya santai”. Di jalanan mata mulai jelalatan, melihat sekilas ibu tua yang berkulit gelap berjalan dengan tatapan kosong, hanya merasa kasihan dalam hati tanpa menoleh ke belakang lagi.
   Ternyata ku orang yang seperti ini, sibuk dengan dunia sendiri, tak peduli cerita orang lain. Perasaan menyesal merubah ruteku pagi ini, dan ku menyadari  “diriku memang bukan orang baik” .


STEAK and SWEET
   Bawaan pagi ini yang tak bagus untuk hati berpengaruh pada mood untuk bekerja keras (alasan pemalas…hahaha). Yang di pikiran hanya ingin cepat pulang kerja dan makan enak. Njajan yang sedikit pedas, tak berkuah, dan yang tak mengenyangkan (rumitnya perempuan) alasannya moodnya sedang ga bagus. Butuh teman sehati untuk hal seperti ini, lebih bagus lagi yang sedang  sama-sama bad mood, simbiosis mutualisme, biar sama-sama sambat.
   Mood itu bisa menjadi penyakit menular, seperti gigitan zombie menular dengan cepat (analogi kebanyakan nonton film zombie…hahaha) itu yang pernah saya baca entah di artikel (saya lupa artikel apa). Dan teman kerjaku mungkin tertular penyakitku ini. cukup sedikit speak rayuan maut jadilah kita makan  steak bersama sepulang kerja.
   Obrolan setelah kenyang itu biasanya menjadi semakin ngawur (begonya meningkat 100%). Entah gimana ceritanya kita mulai mengobrolkan beberapa lelaki yang dekat denganku. Dari ceritaku teman kerjaku ini mulai mendefinisikan mereka dengan beberapa tingkatan (berlagak penelitian dan saya sebagai objeknya). Dimulai dari sahabat, teman yang selalu ada saat dibutuhkan, dan teman yang memperlakukanmu sebagai wanita (sebut saja itu teman).
   “Sebut saja itu teman” (kaku sekali kan), biar enak penulisannya saya singkat jadi teman jejadian (hahaha…kalo ada rekomendasi nama japri saja). Teman jejadian ini sering mendadak mengajakku keluar, entah itu jalan-jalan seharian, nonton film (yang selalu film pilihanku), nonton koser (yang juga selalu pilihanku) atau sekedar menemaninya makan (menemani dalam arti yang sebenarnya, biasanya saya sudah makan dan masih kenyang). Setiap cerita perlakuaannya istimewa, bukan sebagai seorang lelaki kepada teman, sahabat, adik perempuan, ataupun rekan kerja, tetapi sebagai seorang wanita yang perlu dijaga (baru sadar ketika teman kerjaku atau teman nongkrongku mengomentari hubungan kita).
   Tak pernah membicarakan soal berdua, diriku selalu berperan menjadi pendengar mimpi atau ceritanya. Tak pernah kumerasa kehilangannya ketika kita tak berada di kota yang sama. Tapi karenanya, setelah dinner romantis diiringi live band itu,  ku membenci lagu Adelle yang berjudul All I Ask.

   Steak dan teman kerjaku, kombinasi yang pas jadi moodboster, menambah tingkat kepedeanku memakai mascara itu, karena “masih ada yang melihatku sebagai seorang wanita”

070219
TERTUNDA
   Pagi-pagi bangun badan terasa pegal, kaki tiba-tiba kram. Sudah setengah tahun ini diriku menjadi pemuja fanatik kasur. Harus ada schedule untuk olahraga yang lama tertunda, biar muda tak hanya pikiran saja. Tapi kali ini olahraga jari saja dulu, upload tulisan yang kemaren sempat tertunda. Ingin rasanya ku mempunyai kekuatan super untuk membinasakan kebiasaan "menunda' ini.


080219
HEMAT BEBS
   Demi berhemat uang jajan, target untuk membaca buku hanya 1 bab saja sehari, tidak lebih (hiks hiks). Diriku ini sudah miskin tak punya kontrol diri untuk beli buku, lagi, lagi, dan lagi(hina sekali kan). Sebenarnya tak apa jika semua seimbang, tapi akhir-akhir ini diriku mulai diprotes bapak ibu  karena lebih mementingkan beli buku daripada baju. Tapi kucoba saja dulu, menahan diri untuk tak berimaji menambah bacaan, menenggelamkan diri dengan oekerjaan, dan mencoba memperbaiki tulisan (doakan saja ku kuat)

TUKANG STALKING
   Kebiasaanku akhir-akhir ini suka mencuci malam-malam, meskipun tidak tidak bermain air berbasah ria tapi memanfaatkan teknologi dengan mesin cuci (wanita pemalas jaman now). Suara berisik mesin cuci terdengar menenangkan untuk lamunanku, cukuplah untuk tahu tidak hanya manusia yang diputar-putar hidupnya, analogi yang aneh kan? (diriku memang aneh...hahaha)
   Saat memutar mesin cuci muncul pop up di layar hapeku, kuliaht sekilas ternyata foto yang dikirim via WA dari kenalan renta, "tumben foto? atau mungkin tulisannya lagi" pikirku. Kuambil hapeku dan duduk manis masih di dekat mesin cuci. Mendadak senyum maluku tersirat saat itu, tanpa pikir panjang kubalas chat itu dengan emoticon menutup wajah (malu online)

   Merasa ketahuan, kenalan rentalku ini membuat pengakuan dirinya tukang stalking (ciee ternyata ku punya stalker...hahaha). Dia merasa tulisanku yang sebelumnya umpan untuknya. Tulisan yang kuupload hari Kamis kemarin, tulisan soal caption di intagram. Tak kukira jika itu dianggapnya umpan, diriku hanya menulisnya dari bagian ceritaku. Dan foto itu respon dari tulisanku itu, yang memang ku berharap dirinya untuk menghubungiku jika tak sengaja mampir di blogku ini. Tapi sungguh ku tak menduga akan secepat ini (disini ku merasa hidupku lucu)
   Diiringi suara mesin cuci yang berisik, ku senyum-senyum karena chattingan kita. Bisakah semua ketidakengajaan berakhir selucu ini? selintas ku pikir.

100219
SUNDAY MORNING
   Sunday morning, rain is falling
   Steal some covers, sahre some skin
   CLouds are shrouding us in moment unforgettable

   Berharap cuaca mendukung wacanaku untuk sekedar berkeringat. Mungkin seringnya kakiku kram adalah bentuk protes tubuhku yang sudah mulai menua. Jadi rencananya ku akan pulang jalan kaki sepulang dari outlet, motor putihku kubiarkan bersantai di rumah saja.
   Menjelang jam pulang, cuaca sedikit mendung dan sedikit panas, tapi tak apa ini sudah cukup bagus untukku. Kuputuskan wacana itu tetap terealisasikan, biar tak jadi omong kosong belaka.
   Sempat ku cerita dengan teman-temanku kalau ku berencana jalan (karena menanyakan kenapa tak bawa motor). Dan kita mulai ngobrol tak jelas merancang skenario untuk jalan bareng (temanku ada yang bersepeda pancal). Membayangkan kita jalan bareng, dengan dia menuntun sepedanya, dan diriku di sebelahnya (seperti di drama jepang…hahaha). Tapi pada akhirnya itu hanya skenario saja, karena kita mempunyai rencana sendiri.

BADUT
   On time jam 3 sore ku sudah keluar dari outlet, tak berniat lembur karena ku sudah ada janji jam 6 sore. Rencana jalanku kali ini lewat jalan kawi kemudian jalan semeru dan mampir ke splendid. Begitu saja dulu buat pemanasan, kalau capek tinggal naik gojek atau angkutan umum saja, pikirku santai.
   Lewat jalan kawi, ku tak sengaja bertemu dengan badut di pasar minggu yang kutemui tadi pagi. Badutnya sedang duduk istirahat di trotoar dengan temannya yang sepertinya tukang parkir disitu. Ku ragu-ragu untuk tersenyum sekedarnya (diriku mempunyai ketakutan tersendiri dengan badut) tapi akhirnya kupaksakan saja senyumku. Sedikit kaget ketika badut itu menjawab senyumku dengan sapaanya "mau pulang mbak?" 
   Mendadak ku berhenti (sedikit ragu) menoleh ke belakang menjawabnya "iya mas" tak berani ku memandangnya lama-lama. "Ati-ati ya mbak, minggu depan maen lagi ya ke pasar minggu" sambil senyum. Ku beranikan melihat senyumnya, ku terpesona dengan senyumnya, terlihat menakutkan (menurutku yang parno dengan badut) tapi tulusnya tersampaikan. Saat itu senyumku pasti akward sekali, dan tak butuh berkaca untuk memastikan.

   Badut itu mengingatku, sedangkan diriku mengingatnya sebagai bagian dari ketakutanku. Kuresapi pikiranku sendiri, duduk di pinggir jalan, melihat sibuknya jalan yang tak masuk akal di hari minggu. Kali ini persepsiku terlalu lancang, menyudutkannya dalam bayangan ketakutanku. 

TERLALU DALAM
   Awan mendung sudah tertata, jika tak segera bergeser bisa-bisa kehujanan di jalan, tapi mendung bukan berarti hujan katanya (tembung jare). "Lanjut jalan dulu, harus buru-buru karena tujuan belum kesampaian" pikirku. Tujuan jalan-jalan ringan ini ke Splendid beli hadiah untuk teman yang sedang syukuran warung kopinya yang baru. Beli tanaman di pot kecil, yang mungkin bisa ditaruh di meja kasir, atau sekedar di pojokan sendiri menatap sepi. Akhir-akhir ini diriku senang memberi hadiah dalam bentuk tanaman pot kecil, dan saat ini diriku sedang belajar bahasa bunga. Kenapa kok belajar bahasa bunga? Karena ku ingin membuat toko bunga, toko bunga yang spesialisasinya hanya tanaman dalam pot kecil.
   Proses pencarianku tak membutuhkan waktu lama, karena ku pikir toko bunga isinya pasti sama semua. Setengah jalan ku liat-liat akhirnya ku berhenti di toko bunga pojokan. Yang menarik perhatianku saat itu kaktus yang lucu. Ku berhenti dulu sambil menanyakan harganya dan cara perawatannya. Kebetulan pedagangnya ramah, jadi ku tak sungkan ngobrol sebentar dengannya, chit chat bergaya manis (yah siapa tahu ada rejekin anak sholehah...hehehe). Setelah ngobrol cukup lama, akhirnya kuputuskan untuk membeli kaktus saja, yang perawatannya tak ribet untuk temanku yang sok sibuk. Ketika mau membayar ku masuk lebih dalam ke tokonya (bukan ke dalam hatinya) bermaksud memilih pot yang lucu sebagai ganti pot hitam yang biasa itu.
   Mungkin karena ku masuk terlalu dalam, sehingga ku melihat yang tak seharusnya (diresapi dan dimengerti maksudnya...hahaha) Ku terpesona dengan tanaman kecil yang mungil (sudah kecil masih mungil) biasa tapi terasa istimewa. Ku berhenti sebentar, melihatnya lebih dekat dan bertanya pada pedagangnya. "Itu juga bagus mba, tanaman dalam rumah biasa ditaruh di meja" mas pedagang itu menjawab sambil mengambil pot yang pas untuk dipasangkan dengan tanaman itu. Galau dan bimbang ku melihatnya, dipikir yang mana baiknya antara kaktus atau tanaman kecil ini. Mendadak ku teringat kata-katanya om Johnny Deep "Jika kamu menyukai dua orang yang sama, maka pilihlah yang kedua. Karena jika kamu benar-benar mencintai yang pertama, maka kamu tidak akan jatuh untuk yang kedua." Langsung saja kuputuskan pindah ke lain tanaman (biasanya kan "lain hati") tanpa galau terlalu lama (terimakasih om Johnny Deep panutanku, love you full dah...hahaha). Selesai pembayaran dapat diskon dan bunga kecil dari mas pedagangnya yang senyumnya tak mirip dengan om Johnny. Alhamdulilah, rejeki anak sholehah dari mas pedagang yang baik hati.



NOSTALGILA
   Selepas dari Splendid, ku bergegas meneruskan jalanku, masih di rute yang seharusnya. Terpikir untuk segera naik angkutan umum saja, karena mendung sudah gelap dan pasti akan hujan. Tapi langkahku tak mau berhenti di satu titik saja, sambil ku melihat ke jalanan berharap ada angkutan umum yang lewat. Sampai pada akhirnya ku memutuskan untuk berhenti di bawah pohon di jalanTrunojoyo. Dan tiba-tiba saja "taraaaaaaaa...teman kerjaku lewat di depanku. Teman kerja yang bersepeda pancal (sebut sekarang teman bersepeda) itu berhenti di depanku. "Mba, ngapain disini?" tanyanya. "Nunggu angkutan umum, sudah mau hujan daripada kebes di jalan, nanti jadi sakit" jawabku. "Mau bareng sama aku a? ku bonceng duduk di depan." balasnya. Senyum lucu ku jawab "boleh, tapi diriku berat loh, emang kuat bonceng?" hahaha.
   Dulu pas ku kecil ku pernah dibonceng seperti ini, boncengan anak-anak nakal tahun 90an. Dan ini rasanya sama meskipun kita berdua beda lawan jenis dan sudah dewasa, rasanya masih sama seperti boncengan adek dan kakak yang pulang bermain dengan sepeda pancal. Ketidaksengajaan lagi ceritanya. Ternyata rencana bersepedanya gagal, kita sama-sama singgah ke splendid, tapi dia ke pasar ikan dan diriku ke toko bunga (pantas saja kita tak bertemu), dia sempat berfoto-foto di alun-alun tugu, dan mungkin saat itu ku sedang berjalan di sekitar SMA Tugu, dan kemudian kita tak sengaja bertemu di jalan Trunojoyo. Kalau tahu kita akan barengan seperti ini kenapa tidak berangkat bersama saja dari outlet sedari awal.
   Setengah perjalanan hujan yang tadinya hanya di pikiran mendadak datang dengan derasnya. Segera temanku ini mancal dengan ngebutnya (ngebutnya mancal ya tetap aja kalah ama motor...hehehe) sambil menanyakan perlu berteduhkah atau terus saja. "Terus saja kataku, sudah nanggung bentar lagi sampai rumah."
   "Jangan bilang ke Ibu ya kalau habis kubonceng hujan-hujanan" pesannya temanku. Ku tertawa terbahak-bahak tak bisa menjawabnya, tidak mengira temanku ini bisa membuatku bernostalgila walaupun beda partner.

110219
LIDAH DAN HATI
   Tidak seperti awal, pertanyaan sudah sarapan atau belum tidak datang setiap hari. Mungkin kesibukannya sudah berbeda dan berbanding lurus dengan jawabanku yang hanya itu-itu saja. Kusibukkan saja diriku dengan jadwal rutinitasku di Senin siang, download Running Man (variety show Korea rekomend buat lucu-lucuan) main hape stalking oppa-oppa atau drama Korea yang baru (jiwa fan girl bangkit...hahaha)
   Menjelang siang ku tengok hapeku. Ada notif baru WA dari dirinya. Selalu dengan pertanyaan sudah sarapankah diriku? Ku jawab belum dan masih malas, hanya mengirimkan foto kopi instanku saja. Tak disangka dirinya memutuskan untuk mengirimkan makanan dari sana, dari Jakarta memanfaatkan Gojek. Ku sempat menolaknya khawatir nanti jadi kebiasaan, tapi katanya tak apa, bukan masalah. Ya sudahlah, daripada berdebat kubiarkan saja dulu, sekali-kali tak apa, pikirku.
   Tak lama datang Gojek masuk ke outlet menanyakanku, memberikan bolu coklat keju untukku. Kue yang bisa dimakan bersama rekan kerja. Segera ku foto dan kukabarkan padanya, mengabarkan jika ku sudah memakannya dan berterima kasih sekedarnya. "Kuenya manis mas, muanis banget..." kuselipkan kata-kata seperti itu. Berharap dia bisa mengingatnya lagi, bahwa ku tak suka makanan manis. "Coba dimakan sambil minum kopi paitmu, mungkin manisnya bisa berkurang" balasnya.
   Hanya sepotong ku memakan kue itu, perhatian manisnya tersampaikan ke hati, tapi ku tak bisa menahan rasa manisnya kue itu. Ternyata yang dirasa lidah dan hati bisa berbeda.

120219
OFF DAY
   Off day dari outlet tak berarti libur bekerja.
   Bersih-bersih kamar, tidur seharian, dan marathon film, kegiatanku seperti itu ketika fokus jadi pengangguran sehari. Tapi hari ini, list yang biasanya itu hanya jadi sekedar wacana saja. Tak sungkan ku tinggalkan kamarku yang sudah seperti kapal pecah ini, yang sudah seminggu ini hanya ku tiduri saja, tanpa kubersihkan dulu, terabaikan karena selalu terburu bersiap ke kantor atau ke outlet (ku memang ahli mengabaikan...heh) Hampir 2 minggu ini ku disibukkan dengan jadwal freelance "jadi asisten bos". Hanya 2 minggu saja, dan ini sudah molor 3 hari karena kelakuanku sendiri (sebenarnya ada alasannya)
   Anggap saja bosku ini seperti superhero flash yang melakukan semua pekerjaannya dengan cepat (set set wet wet pokoknya). Dan harus kuakui ku tak bisa mengikuti ritmenya, kewalahan dengan progressnya yang sangat astagfirullah buatku (merasa newbie). Ku hanya bisa sambat "merasa tak berguna" dengan rekan kerjaku (beda denganku, status mereka karyawan tetap dan ku hanya part time) dan mereka malah semakin bahagia membullyku (duh Gusti paringono kuat sing katah)
   Jam 9an pagi, ku sampai di kantor (sebenarnya tak layak disebut kantor, bayangkan saja seperti ukm di kampus yang buka 24 jam, kantor utama ada di kota sebelah), lanjut ikut briefing sebentar meskipun hanya ikut mendengar saja. Hari ini ada pembagian job yang mengharuskan semua karyawan berkunjung ke kota sebelah tanpa mengikutsertakan diriku. Dan meninggalkanku berdua dengan bosku di kantor ini, menyelesaikan pekerjaan yang sungguh harus segera dibinasakan itu.
   Menjelang jam 3 ku sudah menyelesaikan tugasku, dan berpamitan pada bosku untuk keluar sebentar ke toko buku Wilis dengan teman kerjaku di outlet (part time dan karyawan tidak terikat jam kerja, bebas tapi ada konsekuensinya, yang penting pekerjaannya selesai tepat waktu). Basa-basi kuberpamitan "nanti saya kembali ke kantor lagi" sekedar menyakinkannya bahwa ku tak lari dari tanggung jawab. Dan pergi meninggalkannya sebentar (versi sebentarku), sendirian dengan pekerjaannya tanpa sungkan. 
   Tidak mendung dan tidak panas, ku bergeser ke outlet menjemput temanku. Yang berkepentingan ke toko buku Wilis adalah temanku, dirinya sedang mencari buku untuk hadiah keponakannya. Sedangkan diriku, kepentinganku hanyalah jalan-jalan saja, melihat-lihat buku yang tertumpuk menggoda iman.
   Temanku tak mendapat buku yang dicarinya, dan diriku kali ini sungguh sangat mengagumkan, bisa bertahan dari godaan buku yang menggoda (I'm proud of myself...hahaha). Akhirnya kita bergerak menuju parkiran, mengubah rencana, menghabiskan sore hang out ke warung kopi. Ku ajak dirinya ke warung kopi, tempat nongkrong baru yang bisa melihat senja gunung putri tidur. Sepanjang jalan obrolan kami hanya fokus untuk mengumpat karena macetnya jalan dan berharap hujan tak datang (umpatan dan harapan kadang bersama seirama saling menggadaikan)

   Tiba di tempat tujuan
   Duduk di pojokan, menikmati sore, menunggu senja
   Dengan ice cappuccino dan sebungkus kacang bawang
   Ku menertawakan curhatannya
   Terlalu angkuh tawaku
   Hujan mencemooh kesombonganku
   Mengusir halus intipan senja
   Membuyarkan senangku sesaat

   Karena hujan akhirnya kita bergeser ke tempat yang beratap. Masih dengan obrolan yang sama, dan menunggu hujan untuk segera pulang. 

   Kulihat jam di hapeku yang sudah jam 7an, akhirnya kuajak temanku ini bergeser lagi ke warung bakso langganan dekat kampusku. Memanjakan diri dengan makanan enak yang hangat (perempuan selalu bisa dimanja dengan makanan enak). Perut kenyang, pikiran tenang (seperti itulah), setelah ini mungkin ku bisa santai kembali ke kantor lagi, menyiapkan surprise untuk si bos.

SURPRISE PARTY
   Hari ini bosku ulang tahun, ketika ku menulis cerita ini ku tak yakin dia sekarang ulang tahun yang ke berapa. Rekan kerjaku berencana memberi surprise di jam-jam terakhir hari istimewanya (kebiasaan di kantor memang seperti itu, penghuni di kantor semua masih lajang jadi bisa dikondisikan dengan surprise model seperti ini) Tidak ada yang istimewa dari surprise itu, hanya rekan kantor yang berkumpul, makan makanan enak dan minum minuman kesenangan mereka. Hanya saja, sampai jam 9 malam ini rekan kerjaku masih ada di kota sebelah, dan mengaku sedang dalam perjalanan pulang. Jika perhitunganku benar, mereka baru sampai di kantor sekitar jam 11an malam jika jalanan lancar. Dan saat ini ku akan kembali ke kantor, tak perlu kuhitung dengan kalkulator pun diriku sudah yakin jika akan menghabiskan waktu kira-kira 2 jam berdua saja di kantor itu, dan itu pasti canggung sekali.
   " dan sepertinya mereka sengaja menjebakku" pikirku.

   Kenapa canggung jika memang tidak ada apa-apa di antara kita.
   Kenyataannya memang dulu ada apa-apa di antara kita.
   Mantan kekasih yang menjadi rekan kerja.
   Ending bahagia kita tidak sama dengan ending film.
   Dunia sesederhana itu.
   Yang rumit hanya perasaan kita.

   Sekitar jam 9an malam, ku sampai di kantor, tanpa masuk ke ruangan kantor ku langsung menuju loker mencari baju ganti. Saat masuk ruangan ku masih melihat bosku duduk di tempat yang sama, dan masih sibuk di depan layar laptop, sama seperti saat kutinggalkan sore tadi. Kuabaikan saja tanpa menyapanya, berpikir kehadiranku juga tak akan terasa, melaluinya begitu saja ke dapur untuk membuat coklat panas. 
   Yang kupikirkan sekarang hanyalah 2 jam ini. Penghabisan 2 jam itu waktu yang lama, tak mungkin hanya diam-diaman tanpa bicara, kubuatkan saja sekalian kopi panas untuknya, pikirku.
  Kusodorkan kopi buatanku, sedikit basa-basi menanyakan pekerjaannya, dan menawarkan bantuan sebagai asistennya. Tawaranku ditolaknya dengan menutup laptopnya, bilang katanya pekerjaannya sudah selesai dan tinggal finishing saja, yang itu bisa dilakukannya besok.
   Mampus pikirku, sekarang kita sama-sama tak punya kesibukan dan mencari topik pembicaraan itu susah ketika hanya ada kita berdua saja, menurutku.

   "Dapat bukunya?" pertanyaan simple darinya menghilangkan canggung yang tak tahu diri itu. Segera saja obrolan ringan mulai menghangat, mungkin karena pengaruh kopi dan coklat panas buatanku (caffeine logic, hahaha...) Di tengah obrolan ada videocall masuk di hapenya, sedikit ku intip penasaran siapa yang videocall yang ternyata adalah mamanya. Ku jadi ragu haruskah ku pindah tempat atau pura-pura saja tak tahu diri tetap di tempat dan mendengarkan obrolan antara anak dengan mamanya.
   Ku beranjak saja dari tempat dudukku, tak sopan ku mendengarkan obrolan mereka, kuambil hape dan mulai pasang earphone di telinga.
   Kaget jantungan ketika bos memanggilku begitu saja, mengatakan jika mamanya ingin menyapaku. Tak mungkin ku menolaknya, karena memang ku mengenal mamanya, hanya saja perlukah seperti ini ketika saat ini kita hanya rekan kerja. Sedikit canggung ku mendekat, satu frame dengan bos videocall dengan mamanya. Pikiranku yang berlebihan menghilang begitu saja karena pembawaan mamanya yang luwes sekali. Menanyakan kabarku, sesimple itu sapanya, dan obrolan kita bertiga akhirnya melebar kemana-mana.
   "Tak perlu khawaatir ku sendirian di kota ini, mereka (rekan kerja) seperti saudara yang menjagaku" jelas bosku. "It's  feels like home, ma" kata-katanya membuat mamanya tersenyum lebar, dan diriku terpengaruh ikut tersenyum karenanya.
   "Mama senang dengan kalian yang dewasa pada hubungan kalian, jodoh tak melulu soal pasangan hidup, nikmati saja bahagia kalian sendiri" ujar mamanya menutup videocall singkat itu, membuat canggungku muncul lagi seenaknya.
   Dan surprise datang tepat pada waktunya, rekan kerjaku datang ramai-ramai dengan segala kehebohannya, mengalihkan kecanggunganku dengan mulusnya ikutan teriak selamat ulang tahun.
   Semoga semesta selalu memihakmu, doaku untukmu.

130219
FLU MENYERANG
   Sepertinya ku mulai terserang flu, virus menyerangku dari atas bawah, kanan kiri, depan dan belakang (huft deh). Untungnya, pusingnya masih bisa dikondisikan, otak masih bisa diajak kerja maksimal. Shiftku di outlet masuk siang, jadi ku bisa mampir ke kantor sebelumnya (kerja keras bagai kuda kapan jadi bosnya?)
   Saat ini di kantor sedang seru-serunya, deadline sedang menanti seluruh penghuni di kantor, bisa dipastikan betapa ricuhnya di kantor hari ini setelah mereka berpesta semalam. Dan sayang sekali untuk melewatkan drama di kantor hanya karena sedikit flu, pikirku dengan semangat.
   Jaga kesehatan dirimu yang membaca, meskipun banyak godaanya, jangan sampai sakit meskipun itu hanya flu, sakit bisa menghalangi serunya melihat drama di sekitar kita (ketawa jahat...hahaha)

LAST TIME
   Sudah malam ternyata, kulihat jam di laptopku jam 10.40 (ku jadi berpikir untuk beli jam tangan, karena patokan jamku hanya bisa melihat dari hape atau laptop saja). Jam 9 malam ku pulang dari outlet, tanpa cuci muka, ku langsung membuka laptop, merasa kerjaanku tadi siang ada yang terlewat. Cek dan ricek, yakin semua aman, kumatikan laptopku, mencuci muka, flu memaksaku untuk berpikir tidur lebih awal.
   Wajar jam segini ku belum ngantuk, ku terbiasa begadang dan tidur larut malam. Kuambil saja hapeku, kunyalakan paket dataku yang memang belum kuaktifkan setelah keluar dari outlet. Ada beberapa chat masuk, chat yang memang tak perlu mendapat balasan cepat. Dan beberapa dair chat itu ada chat masuk dari kenalan rentalku, tulisannya tentang tulisanku. Ku tersenyum membaca tulisannya, berpikir dengan pertanyaannya, kesan seperti apa yang diterimanya dari tulisanku ini.
   Sebisa mungkin ku menjawab pertanyaannya. memnjawab sesuai hatiku saat itu. Hanya saja pertanyaannya yang terakhir belum siap kubalas, terpikir menjawabnya saat itu, hanya saja ku tak bisa merangkai kata-katanya (salahkan flu yang mulai melemahkanku atau lagu yang sedang kuputar saat itu, jika berkenan dengarkan artic monkey "fluorescent adolescent")

   Namaku jelas disitu, mungkin kau dapat dari lembaran skripsi yang pernah tercetak di rentalmu atau medsos yang menjadi andalan stalkingmu. Dan namamu kau berikan dengan mudahnya, tanpa perlu ku bertanya padamu, karena seingatku kita tak pernah berjabat tangan bertukar nama untuk berkenalan
   Bisakah semua ketidaksengajaan berakhir selucu ini? Tanyaku sendiri selintas saat itu. Pertemuan blogku denganmu, badut yang istimewa itu, teman bersepedaku, mantan yang menjadi rekan kerja ini, bukankah itu ketidaksengajaan ? Ketidaksengajaan yang menjadi sebuah cerita yang tiap endingnya tak sama.
   Bagaimana kita menyebutnya?
   Takdir? atau Kebetulan?
   Adakah akhir dari ketidaksengajaan?
   Ketidaksengajaan itu sebuah cerita
   Cerita (selalu) berjalan
   Berkelanjutan dan mengubah
   Mengubah rasa yang tersampaikan
   Mempunyai kuasa memilih endingnya

160219
I'm STRONG (katanya)
   Modeku hari ini sedikit manja dengan banyak rintangan. Sepertinya ku sudah dikalahkan flu (bukan sepertinya lagi, tapi memang kenyataannya begitu). Suara serak-serak becek, kepala pusing ingin rebahan, sedikit demam manja, dan tak bisa jauh dari tissue. Di tempat kerja pun hanya ingin rebahan saja, padahal masih jadi babu tapi bertingkah. Tak enaknya jadi karyawan ya seperti ini, ikut orang dengan gaji bulanan yang menggadaikan idealismenya pikiran masa muda (ah, kali ini pikiranku sangat kurang ajar sekali berani mencemoohku)
   Kupaksa saja langkahku untuk gaji bulanan itu, (tak adil ku mencemohnya, ketika ku sangat bergantung padanya) berharap kali ini pekerjaan tidak menyita tubuh yang sedang melemah ini. Ku jadi teringat perkataan senior jurusanku "capeknya orang kerja yang menggunakan otak itu tak bisa hilang dengan mudah seperti orang yang kerja dengan menggunakan ototnya, anggap saja kerja dengan otot capeknya akan hilang ketika kita sudah cukup tidur, tapi tidak berlaku untuk yang kerja dengan otak, tidur belum tentu cukup untuk menghilangkan capeknya" kurang lebih seperti itu perkataannya.
   "Baguslah, dinikmati saja kalau begitu, paginya kerja dengan menggunakan logika, dan siangnya kerja menggunakan tenaga." kataku dalam hati. Dan kenapa juga harus saat ini ku teringat dengan perkataan seniorku itu. Sudah tahun ke-5 ku bekerja dengan mode seperti ini, tapi baru kali ini ku teringat dengan perkataan itu.

PENYAKIT KAMBUHAN
   Sudah tau sakit, tapi ku masih juga melewatkan sarapan dan makan saing. Sudah jam 2 siang, dan perutku mulai terasa perih "nanti saja makannya, nanti kalo sudah tiba di outlet," pikirku. Kebiasaanku masih sama, selalu menunda-nunda semua hal. Ku paham (sangat paham malahan) ini bukan kebiasaan yang bagus, tapi susah untuk menghilangkannya, karena ini penyakit kambuhan (hahaha...)
   "Sudah kuduga, ada yang kulupakan..." sesampai di outlet ku baru sadar kalo melewatkan untuk mampir ke ATM mengambil uang cash (padahal sudah kupikirkan sepanjang jalan). Malas ku untuk keluar sebentar sekedar mengambil uang dan membeli makanan. Skip sajalah nanti, toh lapar belum terlalu kurasa.
   Bukan sudah sarapankah diriku, kali ini pertanyannya sudah makankah diriku. Chat basa-basinya hari ini seperti itu. Bukan salah pertanyaannya, karena kali ini memang jamnya sudah lewat untuk sarapan ataupun makan siang. Ku jawab saja belum, dan sebelum ada pertanyaan lanjutannya kuceritakan saja lebih dulu jika memang ku tak sempat, lupa untuk mengambil uang, dan malas untuk keluar lagi. "Kupesankan ya, yang anget-anget biar flunya mendingan dikit." Kali ini ku tak menolaknya dengan berbagai alasan yang kubuat-buat, kuiyakan saja secepatnya, sakit kupakai untuk pembenaran sikapku ini.
   Datang di waktu yang tepat, yang ku maksud makanannya, bukan kehadirannya. Meskipun berjauhan, untuk pertama kalinya ku bisa merasa bergantung pada lelaki ini. Dan kali ini ku menyadari, lebih mudah bagiku untuk menjadi pendengar sebagai sandaran, daripada bergantung terbiasa dengan sebuah kehadiran.

190219
AM I STRAIGHTFORWARD WOMAN?
   "Iya? Ga? Iya? Ga?"
   "tapi sepertinya itu bukan gayaku"
   "tapi diriku juga harus belajar memulai dulu"
   "tapi aneh rasanya"
   "tapi..." pikiranku kali ini antara tapi dan tetapi atau iya dan tidak.
   Sulitnya bagiku untuk sekedar chat memulai basa-basi. Entah karena memang tidak ada kepentingan atau tidak ada bahan untuk dibasa-basikan. Hanya butuh sebuah pancingan untuk sekedar basa-basi.
   Ku terbiasa menghubungi seseorang ketika pas ada maunya (ketika ada kepentingan) saja, mereka yang di sekelilingku memahami caraku, selalu. Tapi kali ini ku berhadapan dengan dirinya yang bukan di sekelilingku selalu. 3 hari ini tidak ada chat biasa dari lelaki itu, tak seperti biasanya.
   "haruskah diriku menanyakannya?"
   "apa yang harus kutanyakan lebih dulu?"
   "gimana caranya?" ku terganggu dengan kekonyolan ini.
   Logika mengembalikan pikiranku, menyadarkan bahwa basa-basi memang tak cocok untukku, mungkin dirinya terpikat karena itu.

   "halo, mas?"
   Terkirim singkat, menunggu.

250319
   Tulisan itu hilang, mungkin kuanggap tak bermakna, jadi terabaikan. Tak merasa kehilangan, hanya semacam rutinitas. Kebingungan memulai dari awal, seperti langkah tak berjiwa. Tentang langkah
    





  
























Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer